Surabaya (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengancam mencabut izin penyedia jasa internet ("internet service provider"/ISP) yang menyebarkan pornografi.
"Kalau mereka tidak menaati undang-undang yang berlaku di sini, kami cabut izinnya," katanya di Surabaya, Kamis.
Ia menyebutkan ada 300 ISP yang beroperasi di Indonesia. Mereka itu beroperasi setelah mengantongi izin dari Menkominfo.
"Selama ini mereka kami nilai taat, karena bisnis utamanya bukan pada bidang pornografi. Mereka banyak mendapatkan keuntungan di sini," kata Menkominfo usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan HUT Ke-63 Koperasi di Lapangan Makodam V/Brawijaya itu.
Sebelum mengantongi izin operasi, lanjut Menteri, mereka telah mempelajari beberapa undang-undang, di antaranya UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Ancaman berupa pencabutan itu, kata Tifatul, bukan satu-satunya upaya melindungi masyarakat Indonesia dari pornografi.
"Yang susah itu adalah situs-situs pornografi dari luar negeri. Sementara Indonesia merupakan pengakses terbanyak situs pornografi," paparnya.
Pihaknya sudah melakukan upaya pemblokiran terhadap situs pornografi dengan mengeluarkan piranti lunak bernama "Nawala" yang dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh masyarakat.
"Masyarakat bisa `meng-copy` software itu, gratis karena memang tidak diperjualbelikan. Kalau ada orang tua atau ibu-ibu yang khawatir terhadap anaknya, silakan `meng-copy` kami punya Nawala," kata menteri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Ia sendiri mengaku prihatin dengan banyaknya pengakses internet porno di Indonesia. "Kami baru saja menerima hasil survei yang dilakukan KPA (Komisi Perlindungan Anak) terhadap 4.500 siswa/siswi SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia," ujarnya.
Berdasar hasil survei tersebut, sekitar 97,2 persen responden mengaku pernah menonton dan mengakses situs porno. Dari jumlah itu, sekitar 92 pesen pernah melakukan "chatting" yang berujung pada perbuatan "oral sex" dan "phone sex".
Di antara mereka yang pernah "chatting" itu, sekitar 62,1 persen pernah berhubungan badan. Kemudian yang agak mengejutkan, sekitar 21 persen responden pernah melakukan aborsi.
"Jadi, keberadaan internet terutama maraknya situs-situs porno sangat mengkhawatirkan kita semua," kata Menteri.
Fenomena yang hampir sama juga terjadi di Malaysia. Sebagaimana survei yang dilakukan perguruan tinggi di Negeri Jiran itu terhadap 400 responden, sebanyak 300 di antaranya pernah berhubungan intim karena sejak sekolah dasar sudah pernah melihat situs porno.
"Kalau mereka tidak menaati undang-undang yang berlaku di sini, kami cabut izinnya," katanya di Surabaya, Kamis.
Ia menyebutkan ada 300 ISP yang beroperasi di Indonesia. Mereka itu beroperasi setelah mengantongi izin dari Menkominfo.
"Selama ini mereka kami nilai taat, karena bisnis utamanya bukan pada bidang pornografi. Mereka banyak mendapatkan keuntungan di sini," kata Menkominfo usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan HUT Ke-63 Koperasi di Lapangan Makodam V/Brawijaya itu.
Sebelum mengantongi izin operasi, lanjut Menteri, mereka telah mempelajari beberapa undang-undang, di antaranya UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Ancaman berupa pencabutan itu, kata Tifatul, bukan satu-satunya upaya melindungi masyarakat Indonesia dari pornografi.
"Yang susah itu adalah situs-situs pornografi dari luar negeri. Sementara Indonesia merupakan pengakses terbanyak situs pornografi," paparnya.
Pihaknya sudah melakukan upaya pemblokiran terhadap situs pornografi dengan mengeluarkan piranti lunak bernama "Nawala" yang dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh masyarakat.
"Masyarakat bisa `meng-copy` software itu, gratis karena memang tidak diperjualbelikan. Kalau ada orang tua atau ibu-ibu yang khawatir terhadap anaknya, silakan `meng-copy` kami punya Nawala," kata menteri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Ia sendiri mengaku prihatin dengan banyaknya pengakses internet porno di Indonesia. "Kami baru saja menerima hasil survei yang dilakukan KPA (Komisi Perlindungan Anak) terhadap 4.500 siswa/siswi SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia," ujarnya.
Berdasar hasil survei tersebut, sekitar 97,2 persen responden mengaku pernah menonton dan mengakses situs porno. Dari jumlah itu, sekitar 92 pesen pernah melakukan "chatting" yang berujung pada perbuatan "oral sex" dan "phone sex".
Di antara mereka yang pernah "chatting" itu, sekitar 62,1 persen pernah berhubungan badan. Kemudian yang agak mengejutkan, sekitar 21 persen responden pernah melakukan aborsi.
"Jadi, keberadaan internet terutama maraknya situs-situs porno sangat mengkhawatirkan kita semua," kata Menteri.
Fenomena yang hampir sama juga terjadi di Malaysia. Sebagaimana survei yang dilakukan perguruan tinggi di Negeri Jiran itu terhadap 400 responden, sebanyak 300 di antaranya pernah berhubungan intim karena sejak sekolah dasar sudah pernah melihat situs porno.
Comments
Post a Comment